Suatu ketika Raja Siliwangi
memanggil seorang resi yang bernama Sidik Wicaksana. Lelaki itu adalah seorang
pertapa di Gunung Pandan. Ia dikenal sangat sakti dan pandai meramalkan sesuatu
yang akan terjadi. Raja Siliwangi meminta agar Resi Sidik Wicaksana meramal
keadaan kerajaan Galuh Pakuwon di masa yang akan datang.
“Suatu saat Kerajaan Galuh
Pakuwon menjadi tidak aman. Keadaan yang selalu terjadi persengketaan itu
setelah paduka lengser dari tahta,” ujar Resi Sidik Wicaksana.
“Apakah persengketaan itu berasal dari kerajaan lain?” Tanya Prabu Siliwangi. “Tidak. Tetapi dari dalam negeri sendiri. Persengketaan itu karena putra-putra Paduka berebut kekuasaan.” “Benarkah, “ Prabu Siliwangi ragu. Namun Resi Sidik Wicaksana berusaha untuk meyakinkan ramalannya.
“Apakah persengketaan itu berasal dari kerajaan lain?” Tanya Prabu Siliwangi. “Tidak. Tetapi dari dalam negeri sendiri. Persengketaan itu karena putra-putra Paduka berebut kekuasaan.” “Benarkah, “ Prabu Siliwangi ragu. Namun Resi Sidik Wicaksana berusaha untuk meyakinkan ramalannya.
Sebenarnya Prabu Siliwangi agak
percaya dengan ramalan itu. Untuk meyakinkan hatinya, maka pada suatu
kesempatan ia menguji kesaktian Resi Sidik Wicaksana kembali. Raja Siliwangi
mempunyai seorang permaisuri dan seorang selir.
Permaisurinya bernama Dewi
Ningrum, sedangkan selirnya bernama Dewi Pangreyep. Permaisurinya diminta untuk
berdandan seperti layaknya wanita hamil. Dewi Ningrum kemudian mengganjal
perutnya dengan sebuah bokor. Begitu juga sang selir, Dewi Pangreyep mengganjal
perutnya dengan kuwali.
Keduanya seperti orang yang
benar-benar hamil. Resi Sidik Wicaksana kemudian diminta untuk meramalkan anak
yang dikandung kedua wanita itu.
“Permaisuri dan selirku
sama-sama hamil. Maka ramalkanlah anak mereka!” kata Prabu Siliwangi
berpura-pura. Sidik Wicaksana kemudian berkata, “Semuanya akan lahir
laki-laki.”
Prabu Siliwangi merasa ditipu oleh Resi Sidik Wicaksana. Karena sebenarnya, permaisuri dan selirnya tidak hamil. “Kau Resi pembohong, Kau ngawur! Sesungguhnya permaisuriku dan selirku tidak hamil.” “Benar, mereka hamil, Paduka. Aku tidak bohong!” ujar Resi Sidik Wicaksana.
Tanpa banyak bicara Prabu
Siliwangi mencabut keris dan membunuh sang Resi. Seketika itu Resi Sidik
Wicaksana roboh ke tanah. Namun dengan sangat ajaib, tubuhnya berubah menjadi
ular besar berkulit belang-belang. Seisi istana menjadi panik. Ular itu
kemudian disebut Kiai Poleng. Perlahan-lahan Kiai Poleng pergi kembali ke
Gunung Pandan.
Sesaat setelah kepergian Kiai Poleng, Dewi Ningrum maupun Dewi Pangreyep mengeluarkan kuali dan bokor dari balik pakaiannya. Namun mereka ternganggah karena keduanya benar-benar hamil. Prabu Siliwangi pun tercengang menghadapi keajaiban itu. Sadarlah ia bahwa Resi Sidik Wicaksana memang seoarng yang sakti mandraguna. Ia sangat menyesal mengapa melakukan perbuatan yang sangat tercela.
Berhari-hari setelah kejadian
itu, Prabu Siliwangi sering tertegun seorang diri. Hatinya gunda. Ia benar-benar
percaya bahwa ramalan sang Resi benar. Ia juga cemas karena memikirkan kelak
keturunannya akan membuat kekacauan dan merebutkan tahta kerajaan.
Prabu Siliwangi kemudian
memanggil Patih Pakebonan. Untuk sementara waktu, roda pemerintahan kerajaan Galuh
diserahkan kepada sang Patih. Ia pergi bertapa ke tempat sunyi untuk mententramkan
hatinya. Hari-hari sepeninggalan Prabu Siliwangi, perut Dewi Ningrum maupun
Dewi Pangreyep semakin besar. Ketika mendekati kelahiran, Dewi Pangreyep
mengatur siasat. Jika Dewi Ningrum dan putranya yang hendak lahir tidak
disingkirkan. Maka putra Dewi Pangreyep tak akan punya kesempatan menjadi raja.
Sebab Dewi Pangreyep hanyalah seorang selir belaka. Bagaimanapun yang menjadi
pewaris tahta adalah putra permaisuri.
Suatu hari, Permaisuri Nyimas
Dewi Pangrenyep melahirkan terlebih dahulu. Ia melahirkan seorang Bayi
Laki-laki yang sangat lucu dan tampan. Pangeran tersebut di beri nama
Hariangbanga. Tidak lama kemudian Permaisuri Dewi Naganingrum pun akan segera
melahirkan. Dewi Pangrenyep bergegas untuk membantunya. Akhirnya, Dewi
Naganingrum melahirkan seorang Bayi Laki-laki yang tidak kalah lucu dan tampan
dari kakaknya Hariangbanga.
Di balik kesediaannya menolong
persalinan Dewi Naganingrum. Ternyata Dewi Pangrenyep tidak menyukain Dewi
Naganingrum menjadi pesaingnya. Karena ia ingin menguasai Kerajaan dan
menjadikan Putranya sebagai Raja kelak. Ia pun merencanakan niat jahatnya yang
sudah ia susun agar sesuai dengan harapannya.
Tanpa sepengetahuan siapapun.
Bayi Laki-laki yang baru saja di lahirkan Dewi Naganingrum di tukar dengan
seekor anak Anjing. Bayi yang sebenarnya di masukkan ke dalam sebuah keranjang.
Dewi Pangrenyep pun meletakkan sebutir telur ayam. Ia pun segera menghayutkan
bayi tersebut ke sebuah sungai.
Di Kerajaan terjadi sebuah
kehebohan. Kabar yang sangat mengejutkan menggemparkan seluruh isi Istana dan
rakyat. Mengetahui kenyataan ini menghancurkan harga dirinya sebagai Raja.
Bagaimana tidak, Permaisuri yang selama ini ia cintai sudah melahirkan seekor
anak Anjing.
Dalam keadaan marah. Akhirnya,
Raja segera memanggil Penasehat Raja yang bernama Ki Lengser. Namun, memanggil
Ki Lengser bukan untuk meminta sebuah nasihat. Tapi, memerintahkan Ki Lengser
untuk segera membunuh Dewi Naganingrum dan mayatnya di buang jauh-jauh. Raja
memerintahkan Ki Lengser segera melakukan tugasnya.
Dalam perjalanan, Ki Lengser
berpikir untuk menyelamatkan Dewi Naganingrum tanpa sepengetahuan siapapun. Ki
Lengser yakin kejadian yang menimpa Dewi Naganingrum adalah suatu kebohongan.
Namun, ia tidak mempunyai bukti untuk membantu Dewi Naganingrum. Ki Lengser
membawa Dewi Naganingrung masuk kedalam hutan belantara.
Ki Lengser membuatkan sebuah
gubug untuk tempat tinggal Dewi Naganingrum. Setelah gubug itu selesai di
buatnya, dengan terpaksa Ki Lengser meninggalkan Naganingrum seorang diri.
Sebelum ia pergi, ia pun berjanji akan mengunjunginya.
Sementara, Naganingrum sangat
berharap suatu hari nanti ia dapat bertemu dengan Putra kandungnya. Ia pun
berharap dapat kembali ke Istana dan hidup bahagia bersama keluarganya. Ki
Lengser pun segera kembali ke istana. Ia langsung mengahadap Raja dan
melaporkan bahwa tugasnya untuk membunuh Dewi Naganingrum sudah di laksanakan
dengan baik. Untuk membuktikan bahwa ia sudah melaksanakan tugasnya, ia membasahi
senjatanya dengan darah binatang buruan yang ia temui di dalam hutan. Ketika
kembali ke istana, ki lengser berbohong dan mengatakan bahwa Dewi Ningrum telah
dibunuhnya.
Sementara di suatu tempat.
Hiduplah sepasang suami istri yang sudah sangat tua. Namun, mereka tidak
memiliki anak. Suatu hari, mereka berdua pergi ke sebuah sungai untuk menangkap
Ikan. Namun, mereka di kejutkan dengan sebuah keranjang besar berisi seorang
bayi Laki-laki yang sangat lucu dan tampan. Mereka sangat bahagia dan mereka
berpikir bahwa inilah sebuah jawaban dari doanya.
Sepasang suami istri sangat
bersyukur. Satu butir Telur Ayam yang berada di samping Bayi Laki-laki
tersebut. Di simpannya telur Ayam tersebut kepada seekor Naga yang bernama
Nagawiru yang berada di Gunung Padang. Naga tersebut bukanlah Naga sembarangan.
Namun, jelmaan seorang Dewa dan sudah menjadi tugasnya untuk mengerami satu
butir Telur Ayam tersebut. Suatu saat nanti. Telur tersebut akan menetaskan
seekor Ayam Jantan dan menjadi binatang kesayangan dari anak bayi yang di
temukan sepasang suami istri tersebut.
Hari demi hari terlewati hingga
yang dahulu hanya bayi kecil yang mungil, kini telah menjadi anak yang gagah
nan tampan sekali. Namun sampai sebesar itu, Balangtaran belum memberi nama
anaknya. Suatu ketika si bocah tersebut melihat seekor burung berwarna hitan
yang berbunyi tiung….tiung…kemudian di dekatnya terdapat seekor monyet
bergelantung. Si bocah bertanya kepada Balangtaran.
“Burung apakah yang suaranya merdu itu, ayah?”
“Itu namanya Burung Ciung.”
“Di dekatnya itu ada binatang bergelantungan.
Apakah namanya?”
“Itu Wanara,” jawab ayahnya.
“Aku ingin seperti mereka!”
“Seperti Ciung dan Wanara?”
“Ya, Ciung Wanara. Rasa-rasanya
nama itu cocok buatmu. Bagaimana jika aku memakai nama Ciung Wanara. Bukankah
sampai sebesar ini aku belum punya nama?”
Ayahnya tertawa. Ia merasa
senang dan setuju atas usul anaknya. Akhirnya si bocah itu diberi nama Ciung
Wanara. Ciung wanara suka sekali bermain-main ke dalam hutan sendirian. Suatu
hari ia menemukan sebutir telur. Lalu dibawanya pulang. Namun ketika tidur
malam, ia bermimpi bertemu dengan ular belang yang mengaku bernama Kiai Poleng.
Ular itu mengharapkan agar Ciung Wanara menemuinya di bukit Pandan dengan
membawa telur temuannya. Pagi harinya Ciung Wanara pergi ke Bukit Pandan. Ia
bertemu dengan seekor ular belang yang tubuhnya sebesar pohon kelapa. Anehnya,
ular itu bisa bicara seperti manusia. Ciung Wanara berkenalan dengan ular
belang yang mengaku bernama Kiai Poleng. Ular itu persis seperti yang dijumpai
dalam mimpinya.
Dari cerita Kiai Poleng, Ciung
Wanara akhirnya mengetahui bahwa sebenarnya ia adalah Putra Prabu Siliwangi dan
pewaris tunggal tahta kerajaan Galuh Pakuwon. Kiai Poleng pun menceritakan
bahwa Ciung Wanara adalah anak dari seorang permasuri bernama Dewi Ningrum yang
kini bertapa di hutan Larangan. Akhirnya, Kiai Poleng meminta telur yang dibawa
oleh Ciung Wanara untuk dieraminya. Setelah hampir sebulan, Ciung Wanara
diminta untuk datang lagi ke Bukit Pandan.
Ketika Ciung Wanara datang lagi,
telur itu menetas menjadi anak ayam yang sehat dan lucu. Ciung Wanara kemudian
memeliharanya. Ternyata anak ayam tersebut diketahui sebagai si jantan. Bahkan
akhirnya menjadi ayam aduan yang tak terkalahkan oleh musuh-musuhnya. Sementara
itu Putra Dewi Pangreyep yang bernama Hariangbanga telah diangkat menjadi raja
menggantikan sang Prabu. Hariangbanga bergelar Prabu Siliwangi II. Ia mempunyai
kegemaran menyabung ayam. Suatu ketika ia mendengar bahwa di negeri itu
terdapat seekor ayam jantan yang tangguh. Ia penasaran. Maka Prabu Siliwangi II
menyuruh sang Patih untuk mencari siapakah pemilik ayam tersebut. Ciung Wanaran
diajak oleh Patih ke istana dengan membawa serta ayam kesayangannya. Raja
Siliwangi II tertarik untuk mengadu ayamnya dengan ayam milik Ciung Wanara.
“Jika ayamku kalah, aku akan
mempertaruhkan separuh wilayah kerajaan Galuh kepadamu. Lalu, apa taruhanmu
jika ayammu kalah?” Tanya Raja Siliwangi II.
“Saya tidak mempunyai modal untuk dipertaruhkan,” jawab Ciung Wanara. “Nyawamu bisa kau jadikan modal.” “Apa maksud paduka?” “Jika ayammu kalah, lehermu harus dipenggal. Bagaimana ?” “Baiklah,” jawab Ciung Wanara mantap.
“Saya tidak mempunyai modal untuk dipertaruhkan,” jawab Ciung Wanara. “Nyawamu bisa kau jadikan modal.” “Apa maksud paduka?” “Jika ayammu kalah, lehermu harus dipenggal. Bagaimana ?” “Baiklah,” jawab Ciung Wanara mantap.
Dua ekor ayam yang sama-sama
tangguh pun diadu. Ternyata ayam istana dapat dikalahkan oleh ayam Ciung
Wanara. Raja Siliwangi menyesal mengapa mempertaruhkan separuh kerajaannya.
Namun titah raja pantang dicabut kembali. Akhirnya Kerajaan Galuh Pakuwon
dibagi menjadi dua, yaitu Galuh Barat dan Galuh Timur. Galuh Barat diberikan
kepada Ciung Wanara.
Akhirnya, semua rahasia tentang
Ciung Wanara terungkap dan segala kejahatan yang dilakukan Dewi Pangrenyep
terbongkar dengan sendirinya. Ki Lengser pun menceritakan bahwa Ibu kandungnya
masih hidup dan di asingkan di sebuah hutan. Ciung Wanara sangat bahagia dan
segera menjemput ibunya, ia pun menjemput kedua orang tua angkatnya.
Sementara itu Dewi Pangrenyep
mulai hatinya ketar ketir setelah tahu kalau Ciung Wanara adalah anak bayi yang
dibuangnya dulu. Hingga akhirnya kegelisahan dan ke khawatirannya itu pun
segera terjawab dan terwujud. Prabu Ciung Wanara setelah tahu apa yang telah
dilakukan oleh Dewi Pangrenyep terhadap ibunda dan dirinya sendiri, maka segera
membentuk pasukan khusus untuk menangkap Dewi Pangrenyep. Tanpa menemui
kesulitan yang berarti Dewi pangrenyep segera tertangkap dan di jebloskan kedalam
penjara istana untuk membayar segala kejahatan dan kekejiannya.
Sementara Raden Hariangbanga
sangat kaget ketika mengetahui kalau ibundanya tercinta telah ditangkap oleh
tentara prabu Ciung Wanara dan dijebloskan ke dalam penjara. Pertarungan antara
dua orang adik kakak beda ibu itupun tak dapat terelakan lagi. Pertarungan
sengit terus terjadi dan raden Hariangbanga harus berlaku satria dia kalah
terdesak oleh adiknya Ciung Wanara.
Setelah pertarungan itu kerajaan
Galuh benar benar terbagi menjadi dua. Kerajaan Galuh terbagi dua karena dalam
pertarungan tubuh Hariangbanga di lempar oleh Ciung Wanara hingga menyebrangi
sungai Cipamali. Dari sejak itulah Kerajaan Galuh terbagi dua.
Akhirnya, Ciung Wanara, Ibunya,
dan orang tua angkatnya hidup berbahagia di dalam istananya yang kemudian
bernama Pakuan Pajajaran.
0 komentar:
Posting Komentar